Minggu, 27 Maret 2011

Buatlah Dongkrak dengan Daun Singkong..

Ini adalah sebuah dongkrak yang unik. Mengapa? pertama dongkrak ini adalah hasil karya buah pikiran empat orang yang dipertemukan perihal mata kuliah satu SKS. kedua, proses perancangan dongkrak ini cukup menguras hati, dari mengulur-ulur kerjaan padahal sudah dekat deadline, hampir baku hantam gara-gara saya yang terlalu nyantai menunda proyek ini dan berbagai lika-liku garapan proyek dongkrak ini.

Sebelumnya akan saya perlihatkan wujud dongkrak ini, siapa tau ada produsen dongkrak tertarik membuat dongkrak ini untuk dijual..hahaa.. tapi rasanya gak mungkin.. tapi tak ada yang tak mungkin di dunia ini, oke dari pada lama-lama cekibrot:

Dongkrak Kami

Saya tak mau membahas kelebihan ataupun kekurangan dari dongkrak ini secara teknis, biarlah kami berempat yang ''mumet'' memikirkan bagaimana mewujudkan dongkrak ini ke dalam bentuk real, tapi kalau ada yang berminat membeli desain kami, ya kami akan sangat senang ( hubungi saya via email atau message aja di FB saya ) tenang saja harga desain boleh nego.. Kita lanjutkan, di postingan kali ini saya lebih suka bercerita tentang proses terjadinya desain di atas hingga proses manufaktur yang masih kami usahakan hingga detik ini. 

Dongkrak ini menarik, berkat dongkrak ini saya bisa lebih belajar lagi memahami perasaan. perasaan marah, perasaan senang, perasaan muak, perasaan lelah hingga perasaan yang tidak bisa saya tuliskan karena terlalu abstrak. Kebetulan saya ketua kelompok (walaupun dipilihnya kontroversial, karena teman saya main nulis aja di lembar pendaftaran tanpa sepengetahuan saya.. sungguh terlalu). Karena kebetulan saya ketua kelompoknya lagi-lagi saya harus bergelut dengan keputusan. Di sini saya belajar betapa emasnya keputusan itu dan betapa susahnya membuat keputusan itu. Saat membuat keputusan atau ditanya pendapatnya untuk sebuah keputusan orang sering untuk menjawab dengan kata 'terserah'. Netral memang kata terserah, dengan menjawab terserah kita yang ditanya akan memposisikan diri sebagai seorang penjawab pertanyaan yang baik tapi di sisi lain kita secara tidak langsung melimpahkan lagi sebuah keputusan sulit tersebut kepada sang penanya. Dan itu yang terjadi kepada saya. Dari situ saya lagi-lagi belajar untuk berusaha tidak menjawab terserah kalau ditanya pendapat tentang sesuatu, karena terserah itu mengambang, tidak jelas, tidak menyelesaikan masalah dan membuat sang penanya terkuras hati dan pikirannya.hahahaa.. Kemudian saling menghargai pendapat. Dari jaman Pramuka dulu sudah benar-benar ditanamkan di otak saya sampai selalu terngiang-ngiang di pikiran sayup-sayup suara Pak Jun ( hahahaa, berlebaian.. tak apalah..) yang berbunyi, " kalau kamu mau dihargai hargai dulu orang lain, kalau kamu mau dihormati hormati dulu orang lain" .. Ya memang benar, jangan berharap orang lain mau mendengar kita kalau kita sendiri tuli akan pandangan orang lain. Begitulah yang terjadi saat proses perancangan desain dongkrak ini, sepertinya memang menghargai orang lain itu perlu dilatih terus, tak cukup teori atau hanya sekedar kata-kata mutiara.

Sebetulnya masih banyak pelajaran kehidupan yang saya ambil saat saya dan kawan-kawan merancang dongkrak maut ini.. Tapi nanti kepanjangan jadi nanti saya posting di tulisan selanjutnya saja.. kalau ada waktu..
Mungkin kurang jelas atau isi tulisan tidak nyambung dengan judul, tapi judul tulisan ini mewakili betapa mautnya proses perancangan hingga proses manufaktur dongkrak ini. semoga menginspirasi.. kdn
terinspirasi dari sekarung daun singkong yang dijual ditengah besi-besi.
NB : Pak Jun ( pembina Pramuka saya dulu )


2 komentar:

  1. hahaha .. bener banget din .
    jawaban terserah itu emang jawaban yang paling bikin mangkel . apalagi kalo bener2 lagi butuh saran atau ide , paling mentok di jawab "ter-se-rah" -___________-"

    rasanya pengen garuk2 tanah trus salto . haha #galucu

    BalasHapus